Tulisan ini diselesaikan pada tanggal 14 Februari 2023. Artinya, jika dihitung mundur, penulis menyelesaikan tulisan ini tepat satu tahun sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang akan diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024. Beberapa pihak yang mempunyai keterkaitan dengan Pemilu 2024 seperti Penyelenggara Pemilu (KPU, BAWASLU, dan DKPP) dan Partai Politik (Parpol) sebagai peserta Pemilu sudah melakukan banyak persiapan untuk menyelenggarakan Pesta Demokrasi lima tahunan tersebut. KPU misalkan. KPU disibukkan dengan rekrutmen dan seleksi calon anggota KPU Provinsi, dan pada saat yang sama, pelaksaan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih untuk Pemilu 2024. Pada sisi lain, perhatian publik juga mengarah pada aktivitas Parpol yang sudah mulai memanaskan mesin politiknya. Meskipun daftar peserta Pemilu 2024 belum lama disahkan oleh KPU, geliat Parpol sudah nampak. Lobi antaraktor politik membentuk gerbong koalisi, deklarasi calon, hingga banyaknya baliho pejabat politik dan calon pejabat bertebaran di mana-mana.
Situasi di atas pada satu sisi menunjukan hal positif bahwa semua pihak bersemangat dan berkomitmen untuk menyelenggarakan Pemilu sesuai dengan jadwalnya. Hal ini tentu akan menjadi counter atau respon terhadap masih adanya wacana dan upaya penundaan Pemilu, perpanjangan masa jabatan, dan penambahan periode jabatan yang dilakukan oleh aktor politik dan elit kekuasaan hari ini. Upaya delegitimasi konstitusi melalui penundaan Pemilu sangatlah meresahkan masyarakat. Publik dihadapkan pada popularitas semu elit kekuasaan serta
Akan tetapi, di sisi lain, apakah waktu satu tahun yang tersisa cukup untuk menyediakan media pembelajaran politik kepada masyarakat dalam keikutsertaannya pada Pemilu 2024? Bagaimana kemudian Pemilu 2024 dapat menjadi sarana memperbaiki kualitas demokrasi Indonesia yang memburuk dalam beberapa tahun terakhir?

Memburuknya Indeks Demokrasi
Merujuk pada beberapa laporan indeks demokrasi dunia, Indonesia dihadapkan pada menurunnya kualitas demokrasi. The Economist Intelligence Unit (EU) menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi yang cacat atau flawed democracy. Stagnasi indeks demokrasi Indonesia terjadi dalam dua tahun terakhir (2021-2022) dengan indeks demokrasi 6,71 (skala 0-10). Lainnya, Freedom House melaporkan Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2021, yaitu 59 dari skor maksimal 100. Mengutip laporan Freedom House tersebut, Indonesia mempunyai skor 30/40 pada indeks hak politik atau political rights, dan kebebasan sipil atau civil liberties dengan skor 29/60. Kaitannya dengan indeks hak politik, catatan positif ada pada penyelenggaraan Pemilu dan Pileg yang berlangsung dengan baik serta adanya partisipasi politik yang dijamin oleh Konstitusi. Akan tetapi, bagian ini menunjukan tren buruk pemerintah, utamanya pada transparansi dan pemberantasan korupsi. Bukti nyata adalah pelemahan institusi KPK. Terbaru adalah jebloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022, yaitu 34 atau turun 4 poin dari tahun sebelumnya.
Lebih dari itu, perhatian akan buruknya kualitas demokrasi Indonesia mengarah pada rendahnya kebebasan sipil. Catatan negatif ada pada rendahnya kebebasan untuk mengekspresikan agama dan kepercayaan, kebebasan akademik, dan penegakan hukum yang lemah. Kelompok agama minoritas seringkali mengalami pembatasan untuk melaksanakan ibadah mereka. Lainnya adalah adanya intervensi kekuasaan terhadap kebebasan akademik di kampus hingga proses penegakan hukum yang tebang pilih, tajam ke bawah tumpul ke atas.
Urgensi Pendidikan Politik
Pendidikan politik memainkan peranan yang sangat penting dalam membentuk kualitas demokrasi di Indonesia. Sebagai negara dengan sistem demokrasi yang kompleks, penting bagi setiap warga negara untuk memahami hak dan kewajibannya, serta bagaimana berpartisipasi dalam proses politik secara efektif. Pendidikan politik yang baik bisa membantu memperkuat demokrasi dengan mendorong partisipasi yang lebih aktif, mendorong kesadaran akan hak-hak politik, dan mengurangi apatisme terhadap politik.
Pendidikan politik memberikan pemahaman tentang pentingnya ikut serta dalam pemilihan umum, referendum, dan mekanisme politik lainnya. Jika masyarakat memiliki pengetahuan tentang hak pilih mereka, mereka lebih cenderung untuk memilih dengan bijak, berpartisipasi dalam diskusi publik, atau bahkan terlibat dalam organisasi politik.
Membentuk Pemilih yang Cerdas: Pemilih yang teredukasi lebih mampu untuk mengevaluasi program politik dan memilih calon yang tepat berdasarkan visi dan misi, bukan hanya karena popularitas atau janji kosong. Pendidikan politik membantu masyarakat memahami berbagai isu sosial, ekonomi, dan politik yang ada, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih rasional.
Mencegah Manipulasi dan Radikalisasi: Dengan adanya pendidikan politik yang solid, masyarakat dapat lebih waspada terhadap hoaks, propaganda, dan manipulasi politik yang dapat merusak proses demokrasi. Pemahaman yang baik tentang politik dapat mencegah adanya penyalahgunaan kekuasaan dan memperkuat mekanisme checks and balances dalam pemerintahan.
Memperkuat Demokrasi yang Sehat: Pendidikan politik yang melibatkan nilai-nilai seperti kebebasan berpendapat, toleransi, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia, akan memperkuat demokrasi Indonesia. Demokrasi yang sehat tidak hanya bergantung pada sistem pemilu, tetapi juga pada pengembangan budaya politik yang inklusif dan berbasis pada kesetaraan.
Tantangan Pendidikan Politik di Indonesia
Ketimpangan dalam akses pendidikan politik antara daerah perkotaan dan pedesaan masih menjadi tantangan besar. Masyarakat di daerah terpencil atau dengan tingkat pendidikan yang rendah sering kali kesulitan mendapatkan informasi yang akurat dan memadai mengenai politik.
Banyak warga negara yang merasa bahwa suara mereka tidak berpengaruh atau tidak ada perubahan yang signifikan setelah pemilihan umum. Hal ini bisa mengarah pada tingkat partisipasi yang rendah dan melemahnya institusi demokrasi. Salah satu alasan apatisme ini adalah ketidakpahaman atau ketidakpedulian terhadap proses politik.
Dalam beberapa tahun terakhir, polarisasi politik di Indonesia semakin tajam, dengan perbedaan pandangan politik yang semakin mengeras. Pendidikan politik yang mendorong toleransi dan dialog konstruktif bisa membantu meredakan ketegangan dan mencegah polarisasi yang berlebihan.
Masa Depan Demokrasi Indonesia
Masa depan demokrasi Indonesia sangat bergantung pada seberapa besar pendidikan politik dapat mengedukasi masyarakat. Jika pendidikan politik dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan mendorong partisipasi yang lebih luas, demokrasi Indonesia berpotensi menjadi lebih kuat dan lebih matang. Demokrasi yang sehat tidak hanya bergantung pada lembaga-lembaga formal seperti pemilu, tetapi juga pada kesadaran kolektif masyarakat untuk menjaga dan memperjuangkan nilai-nilai demokrasi.
Di sisi lain, tantangan-tantangan seperti hoaks, polarisasi, dan ketimpangan akses informasi harus bisa diatasi dengan kebijakan yang mendukung inklusivitas dan pendidikan politik yang merata di seluruh Indonesia. Pemerintah, media, dan lembaga-lembaga pendidikan harus bekerja sama untuk memastikan bahwa informasi yang sampai ke masyarakat adalah informasi yang benar, objektif, dan dapat dipercaya. Dengan penguatan pendidikan politik yang merata dan berbasis pada nilai-nilai demokrasi, Indonesia bisa membangun masa depan yang lebih demokratis, adil, dan sejahtera.