Shopping cart

Magazines cover a wide array subjects, including but not limited to fashion, lifestyle, health, politics, business, Entertainment, sports, science,

  • Home
  • Opini
  • Politik Efisiensi Anggaran Kabinet Merah Putih
Opini

Politik Efisiensi Anggaran Kabinet Merah Putih

Imron Wasi, Manager Riset dan Advokasi Publik Netfid Indonesia serta Akademisi Ilmu Pemerintahan di Universitas Pamulang.
Email :100

Kabinet Merah Putih yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto telah memberikan instruksi khusus kepada Kementerian Keuangan untuk melakukan penghematan anggaran melalui kebijakan efisiensi anggaran terhadap kementerian, lembaga, dan pemerintahan daerah. Hal tersebut terekam dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan efisiensi anggaran ini dilakukan oleh pemerintah karena untuk mencapai target atau program prioritas, di antaranya, makan bergizi gratis, penciptaan lapangan pekerjaan, swasembada pangan, energi, dan pertahanan negara.

Kebijakan efisiensi anggaran ini tentunya bisa menghemat ratusan triliun dari total belanja negara yang bisa memangkas anggaran di sejumlah kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Pemotongan anggaran dari Kementerian dan lembaga ini sebesar Rp. 256.1 triliun dan dana transfer ke daerah sebesar Rp. 50,59 triliun dari total belanjar sebesar Rp. 3.621,3 triliun, dan penghematan anggaran yang bisa diterima sebesar Rp. 306,69 triliun (Tempo, 2025).

Dalam perspektif penulis, keputusan politik Presiden Prabowo ini memang baik bagi prospek negara agar skala program priotas ini bisa tercapai. Karena itu, regulasi tersebut tentunya untuk mencegah terjadi kebocoran anggaran seperti pemborosan, penyelewengan, hingga korupsi. Namun, di sisi yang lain, semestinya pemerintah bisa memerhatikan dampak yang akan diterima oleh masyarakat menengah ke bawah saat instruksi tersebut dikeluarkan, karena pemerintah di satu sisi memerlukan anggaran besar untuk program prioritas, salah satunya makan bergizi gratis sebagai program populis saat masa kampanye Presiden Prabowo Subianto, dan di sisi yang lain masyarakat terkena imbas dan harus diberhentikan dari pekerjaan dan di tengah polemik yang muncul, justru pemerintah mengangkat staf khusus. Hal ini tentunya sangat paradoks di tengah kebijakan efisiensi aggaran.

Kebijakan ini tentunya bisa memiliki pengaruh atau efek sosial dan politik terhadap Presiden Prabowo Subianto dan pemerintahan. Selain itu, kebijakan efisensi anggaran ini juga akan berdampak pada masyarakat menengah ke bawah. Tak ayal, munculnya keputusan politik yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 ini menuai polemik di ruang publik, terutama di sejumlah platform media sosial yang menunjukkan kegelisahan publik ihwal efisiensi anggaran, karena efisiensi ini dinilai memengaruhi kehidupan dan pendapatan masyarakat yang sewaktu-waktu bisa diberhentikan dari instansi pemerintahan.

Sebab, dengan adanya pemangkasan anggaran baik dalam ruang lingkup nasional, regional, maupun lokal ini akan berdampak pada kelas sosial yang rentan, seperti kelas menengah ke bawah. Sedangkan, keputusan ini tidak akan berdampak secara komprehensif bagi kelas atas atau elite. Meski demikian, koalisi pemerintahan yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih di bawah Presiden Prabowo Subianto dan para anggota dan kader partai politik yang melakukan kongsi politik bersama di parlemen melegitimasi Instruksi Presiden tersebut.

Kebijakan Populis dan Efisiensi

Dalam masa kampanye Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024, pasangan calon nomor urut 2 tersebut memiliki program populis untuk memengaruhi preferensi publik agar bisa mendulang perolehan suara yang lebih maksimal. Kini, program populis tersebut diterapkan dengan label makan bergizi gratis. Alhasil, program yang memiliki skala prioritas tersebut membutuhkan dana yang besar. Oleh karena itu, pemerintah melakukan serangkaian mekanisme untuk memperoleh pendapatan negara yang lebih maksimal dan memangkas anggaran yang tidak produktif.

Keputusan Presiden Prabowo Subianto dalam Instruksi Presiden tersebut mengandaikan bahwa pemerintah akan menghemat anggaran yang mencapai triliunan dan digunakan untuk program skala prioritas yang populis, salah satunya makan bergizi gratis. Dalam konteks ini, kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah ini tidak sepenuhnya dilakukan, karena terdapat pengangkatan staf khusus dan retreat kepala daerah terpilih. Teranyar, tim desain ibu kota Nusantara juga didorong untuk melakukan studi banding ke luar negara, terutama ketiga negara.

Dengan kata lain, pemerintah tidak menerapkan penghematan secara penuh, melainkan memunculkan kontradiksi dan inkonsistensi di tengah efisiensi anggaran, terlebih pengangkatan staf khusus, retreat kepala daerah, dan tim desain IKN yang melakukan studi banding juga memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Akibatnya, masyarakat juga menilai bahwa keputusan politik ini tidak dilakukan secara konsisten.

Imbasnya, yang seharusnya program skala prioritas, seperti makan bergizi gratis tercapai, justru bisa berimplikasi tidak tercapainya program tersebut dan pada akhirnya alokasi anggaran yang diberikan tidak tepat dan tidak memberikan solusi alternatif. Kebijakan populis seperti makan bergizi gratis ini tentunya bisa tercapai ketika komitmen politik Kabinet Merah Putih ini satu arah dalam kebijakan efisiensi anggaran dan memiliki solusi alternatif di tengah kekhawatiran publik mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK).

Keberhasilan program prioritas populis ini bisa memperoleh apresiasi dari publik ketika tidak mengganggu penghasilan masyarakat yang secara reguler diterima dan akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap Kabinet Merah Putih, terutama kepada Presiden Prabowo Subianto. Secara politik, keberhasilan kebijakan populis seperti makan bergizi gratis berhasil dilakukan, tanpa mengabaikan dan mengisolasi sektor lainnya, tentunya ketua umum Partai Gerindra tersebut akan meraih dukungan dari publik, termasuk jika ingin maju kembali dalam kontestasi elektoral pada Pemilu 2029 mendatang.

Namun, jika tidak berhasil – atau terdapat problem secara faktual justru akan menghambat pencalonan Presiden Prabowo Subianto pada Pemilu 2029. Sebab, program makan bergizi gratis ini ialah program populis yang memiliki ketertarikan di persepsi masyarakat. Inilah efek politik yang akan diterima oleh Presiden Prabowo Subianto dan secara sosial – efeknya juga bisa menimbulkan kegaduhan publik jika semua sektor terkena imbas dari efisiensi anggaran tersebut yang tidak didukung dengan kebijaksanaan kebijakan lainnya. Sebagaimana diketahui, bahwa Koalisi Merah Putih terdiri atas representasi profesi – termasuk partai politik.

Secara faktual, kabinet yang disusun Presiden Prabowo Subianto juga menunjukkan tidak efisiensinya tata kelola pemerintahan, terutama di kementerian atau lembaga pemerintahan, di mana postur birokrasinya yang sangat besar. Seharusnya, kabinet ini perlu dirampingkan, agar pemerintah bisa menghemat anggaran lebih besar, bukan justru menambah pegawai baru yang bisa menjadi beban anggaran negara. Postur birokrasi yang besar dan hadirnya kebijakan efisiensi anggaran, tentunya bisa memengaruhi kualitas pelayanan publik dan bisa membawa efek politik kepada pemerintahan.

Terakhir, kegaduhan sosial ini muncul karena tidak adanya komunikasi politik yang baik dari pemerintahan. Hal ini terekam bahwa para aktor politik cenderung aktif memberikan pandangannya. Padahal, seharusnya perlu dimaksimalkan peranan kelembagaan komunikasi kepresidenan agar informasi yang disajikan sesuai dengan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.

penulis, Imron Wasi – Manager Riset dan Advokasi Publik Netfid Indonesia.

Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts