
Jakarta, NETFID – Partai Gerindra sebagai partai penguasa telah menggelar rapat pimpinan nasional pada Kamis (13/2/2025) di Kompleks Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang dirubah dengan kemunculan agenda kongres luar biasa (KLB) partai yang berlambang kepala burung garuda tersebut yang dilakukan secepat kilat.
Hasilnya, kongres luar biasa menghasilkan keputusan-keputusan penting bagi partai politik yang sedang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto.
Keputusan-keputusan politik tersebut mencakup lima poin penting. Pertama, menerima laporan pertanggungjawaban DPP Partai Gerindra 2020-2025. Kedua, menetapkan Prabowo Subianto sebagai ketua umum dan yang ketiga sekaligus menetapkan ketua umumnya menjadi dewan pembina periode 2025-2030.
Kemudian, yang keempat menetapkan Prabowo Subianto sebagai formatur tunggal. Dan yang terakhir – dan tak kalah pentingnya ialah meminta Prabowo Subianto untuk menjadi kandidat calon presiden dari Partai Gerindra pada Pemilu 2029 mendatang.
Dalam kaitan tersebut, poin yang terakhir tampaknya merupakan keputusan politik yang terlalu dini di tengah kekuasaan presiden yang baru menjalani pemerintahan selama empat bulan.
Lantas, mengapa Partai Gerindra terburu-buru membuat keputusan untuk mengusung Prabowo Subianto kembali pada palagan politik 2029 mendatang?
Target politik
Sebagai partai politik pemenang Pemilihan Presiden 2024, Partai Gerindra menyadari bahwa partainya tidak memiliki garis equivalen terhadap raihan Pemilihan Legislatif 2024.
Sebagaimana yang terlihat pada hasil Pemilu 2024, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terpilih dengan raihan suara sebesar 96.214.691 suara atau secara persentase sebesar 58,59 persen.
Hal ini ditengarai karena adanya pembangunan kongsi politik yang besar yang mendukung pasangan calon nomor urut 2 tersebut, seperti koalisi partai politik dimulai dari Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Demokrat, dan partai politik non-parlemen.
Sementara itu, partai berlambang kepala burung garuda tersebut hanya berhasil mendulang sebanyak 20.071.708 atau sebesar 13,22 persen.
Garis equivalen politik yang tidak linear tersebut membuat Partai Gerindra harus membangun koalisi pemerintahan dengan dukungan besar.
Karena itu, raihan suara pada Pemilihan Legislatif 2024 hanya merepresentasikan sebanyak 86 kursi.
Dengan kata lain, partai politik yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto di palagan politik 2024 tidak berhasil menjadi kampiun, karena raihan kursinya tertinggal dari PDI-Perjuangan sebesar 25.387.279 (16,72%) dan Partai Golkar 23.208.654 (15,29%) yang masing-masing berhasil meraih 110 kursi dan 102 kursi.
Kendati demikian, partai politik yang relatif baru didirikan pada 6 Februari 2008 ini cepat memperoleh hasil positif, karena berhasil mendorong ketua umumnya terpilih dalam palagan politik.
Sebelumnya, hal ini diterima oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi presiden selama dua periode 2004-2014 dan bersamaan sebagai ketua umum Partai Demokrat. Keberhasilan Partai Gerindra tersebut terekam dari capaian politiknya pada Pemilu 2009 sampai Pemilu 2024.
Pada Pemilihan Legislatif 2009 Partai Gerindra berhasil meraih 26 kursi (4,64%) dan bagi partai berlambang kepala burung garuda capaian ini sangatlah baik, karena sebagai partai politik baru yang langsung berlaga.
Kemudian, tak butuh lama bagi Partai Gerindra untuk meningkatkan raihan suaranya pada Pemilu 2014. Sebab, Partai Gerindra mendorong Prabowo Subianto menjadi calon presiden dan tampaknya memiliki efek ekor jas yang signifikan terhadap partai politik ini, karena Partai Gerindra mampu meningkatkan raihan suara dan kursinya secara signifikan.
Pemilu 2009 tersebut menunjukkan kenaikan yang drastis dengan raihan kursi menjadi 73 kursi (13,04%). Di samping itu, kenaikan tersebut terus bergulir pada palagan politik 2019 dengan capaian kursi sebanyak 78 kursi (13,59%) dan proses elektoral yang terbaru pada Pemilu 2024 sebesar 86 kursi.
Dengan demikian, keberhasilan Partai Gerindra ini tidak bisa disangkal karena adanya keberadaan figur sentral Prabowo Subianto.
Hal ini membuat partai politik ini berhasil menjaga tren positif ini dan mampu mempertahankan raihan kursin dan suaranya di tengah persaingan politik Partai Gerindra selama dua dasawarsa terlibat dalam kompetisi politik, terutama sejak mengusung Prabowo Subianto sebagai kandidat.
Pada saat yang sama, keberhasilan tersebut, terutama saat terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden pada Pemilu 2024, tidak berhasil membawa partai berlambang kepala burung garuda ini menjadi kampiun di parlemen.
Oleh karena itu, sebagai partai pemenang pada Pemilihan Presiden 2024, Partai Gerindra memiliki keinginan untuk bisa mendulang capaian emasnya dengan memenangi palagan politik sekaligus pada Pemilu 2029, sebagaimana yang pernah dialami oleh Partai Demokrat.
Hal ini terafirmasi dari keputusan politik Partai Gerindra yang mengusulkan kembali ketua umumnya yang kini menjadi Presiden untuk bisa terlibat kembali dalam palagan politik 2029 mendatang, sebagaimana yang telah disampaikan dalam acara kongres luar biasa Partai Gerindra.
Hal ini tentu rasional, karena saat ini ketua umum Partai Gerindra sebagai Presiden yang bisa menjadi inkumben pada palagan politik 2029.
Oleh karena itu, Presiden Prabowo Subianto tentu akan memiliki modal yang besar untuk maju kembali sebagai calon presiden karena aksesibilitas yang dimilikinya, termasuk program prioritas yang memiliki skala kebijakan populis, seperti makan bergizi gratis dan pengecekan kesehatan gratis.
Pada akhirnya, hal tersebut akan membuka kans politik Partai Gerindra untuk memenangi palagan sekaligus – baik Pilpres maupun Pileg.
Walakin, hal ini tidaklah mudah dilakukan dalam sistem multipartai. Sebab, menjelang kompetisi elektoral partai politik lazimnya memiliki kepentingan untuk membesarkan partai politiknya, terlebih sudah ada keputusan penghapusan presidential threshold pada Pasal 222 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.
Keputusan ini dinilai akan semakin menghidupkan demokrasi, karena akan ada figur-figur baru dan sekaligus mengikis pengaruh para oligark dan elite partai.
Koalisi permanen
Dalam sistem presidensialisme dan sistem multipartai seperti yang diterapkan di Indonesia, pembangunan koalisi politik antarpartai politik biasanya bersifat jamak yang menunjukkan tidak akan berjalan lama, karena adanya diferensiasi kepentingan, terutama menjelang kontestasi elektoral.
Dalam konteks ini, wacana koalisi permanen mengemuka dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. KIM Plus tersebut terdiri atas Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat dan partai politik yang pernah menjadi kompetitor Prabowo Subianto pada Pilpres 2024, yakni Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Nasdem.
Koalisi permanen yang dimunculkan di kanal politik koalisi ini karena untuk menjaga stabilitas politik dan pemerintahan, terlebih sebagian besar partai politik yang tergabung di KIM Plus juga memiliki representasi di Kabinet Merah Putih.
Selain itu, pembentukan ini dinilai untuk keperluan mengawal kebijakan dan program pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Terlepas dari adanya persepsi tersebut, tampaknya partai penguasa mencoba untuk membangun koalisi bersama sampai 2029 dan bisa bersama pada palagan politik periode 2029-2030.
Dengan kata lain, partai penguasa mencoba mengunci langkah politik dari entitas politik baik partai menengah maupu partai kecil di tengah kemunculan keputusan penghapusan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi. Sebab, keputusan penghapusan ini memungkinkan semua partai politik dan masyarakat bisa melenggang dalam Pemilu 2029.
Di samping itu, koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki nama-nama yang berpeluang maju pada Pilpres 2029 yang bisa memanfaatkan resources yang dimilikinya.
Dalam perspektif penulis, hal ini semacam pesan politik yang bisa dimaknai dalam rangka mengisolasi eksistensi elite politik lain yang sewaktu-waktu tingkat popularitasnya bisa melebihi inkumben dan bisa mengganggu elektabilitasnya, terlebih dalam rentang waktu 100 hari kerja, ada sebagian menteri yang membuat gaduh di ruang publik atas keputusan-keputusannya.
Hal ini terekam pula saat kongres luar biasa, di mana Partai Gerindra mengusulkan akan mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk kembali maju dalam palagan politik 2029.
Hasil kongres luar biasa sebagai wujud dari penegasan dari Partai Gerindra untuk mengusung Presiden Prabowo Subianto pada Pemilu 2029.
Saat ini, partai politik yang berada di lingkup KIM Plus juga ada yang sudah bersikap atas usulan tersebut. Dalam kaitan ini, terutama dalam rentang waktu empat bulan setelah dilantik menjadi Presiden, biasanya koalisi akan berjalan romatis.
Walakin, mencermati wacana koalisi permanen dan romantisme koalisi Prabowo-Gibran tersebut, penulis menggunakan peribahasa yang mungkin sering didengar, “tiada pesta yang tak berakhir,”.
Imron Wasi Manager Riset dan Advokasi Publik Netfid Indonesia & Direktur Eksekutif Lingkar Studi Politik Milenial