Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 731 Tahun 2025 yang sempat menutup akses publik terhadap dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden menjadi sorotan tajam. Meski kebijakan tersebut sudah dibatalkan setelah gelombang kritik, polemik yang ditimbulkan dianggap sebagai alarm bahaya bagi kualitas demokrasi Indonesia.
Netfid Indonesia menilai keputusan KPU itu menunjukkan adanya gejala sistemik yang lebih serius: birokratisasi elitis, krisis akuntabilitas, dan lemahnya budaya transparansi politik. “Kegaduhan ini tidak sekadar soal teknis administrasi, tetapi refleksi dari politik yang semakin tertutup dan eksklusif,” ujar Ketua Umum Netfid Indonesia, M. Afit Khomsani.
Menurut Netfid, langkah KPU menutup akses 16 dokumen penting—mulai dari ijazah, surat keterangan bebas pidana, hingga laporan harta kekayaan—telah menurunkan kepercayaan publik. Situasi ini dikhawatirkan melahirkan delegitimasi pemilu dan memperkuat polarisasi di tengah masyarakat.
Meski mengapresiasi koreksi KPU yang akhirnya membatalkan keputusan tersebut, Netfid menegaskan bahwa persoalan belum selesai. Organisasi ini mendorong Presiden dan DPR untuk segera memanggil KPU guna meminta penjelasan terbuka dan evaluasi menyeluruh. “Tanpa pengawasan ketat, bukan tidak mungkin keputusan serupa kembali terjadi dan mencederai prinsip demokrasi,” tambah Afit.
Netfid juga mengingatkan bahwa independensi KPU tidak berarti kebal kritik. Justru, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, keterbukaan dan akuntabilitas publik harus dijadikan fondasi. Bagi Netfid, demokrasi hanya bisa sehat jika rakyat dilibatkan penuh, termasuk dalam mengakses dokumen yang menentukan kualitas calon pemimpin bangsa.
“Krisis kepercayaan publik adalah risiko paling berbahaya dari kasus ini. Demokrasi tidak boleh direduksi menjadi prosedur formal, melainkan harus menjamin hak rakyat untuk tahu dan mengawasi,” tegas Afit.
Netfid pun menyerukan masyarakat sipil, media, dan akademisi agar terus mengawal jalannya pemilu dengan kritis. Tanpa keterbukaan, menurut mereka, pemilu hanya akan menjadi panggung oligarki yang bersembunyi di balik prosedur demokratis.