Shopping cart

Magazines cover a wide array subjects, including but not limited to fashion, lifestyle, health, politics, business, Entertainment, sports, science,

  • Home
  • Politik
  • Kontroversi Dokumen Capres-Cawapres, Publik Minta KPU Lebih Terbuka
Berita

Kontroversi Dokumen Capres-Cawapres, Publik Minta KPU Lebih Terbuka

Email :2

Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 731 Tahun 2025 yang sempat menutup akses terhadap dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden berbuntut panjang. Meski akhirnya dibatalkan, kebijakan ini meninggalkan pertanyaan serius: seberapa terbuka sebenarnya penyelenggaraan pemilu di Indonesia?

Reaksi keras muncul dari berbagai kalangan. Akademisi menilai keputusan tersebut menyalahi prinsip keterbukaan informasi, sementara media menyebutnya sebagai bentuk pelemahan fungsi kontrol publik. Organisasi masyarakat sipil pun menegaskan bahwa dokumen seperti ijazah, keterangan bebas pidana, hingga laporan harta kekayaan adalah informasi yang harus bisa diakses masyarakat.

“Bagaimana rakyat bisa menilai kualitas calon pemimpin jika dokumen dasar saja ditutup?” ujar seorang pengamat politik dari salah satu universitas negeri di Jakarta. Menurutnya, keputusan itu memberi kesan bahwa demokrasi dijalankan dengan logika pintu tertutup, di mana publik hanya dijadikan penonton.

Netfid Indonesia, sebuah organisasi pemantau demokrasi, juga menyuarakan hal serupa. Ketua Umumnya, M. Afit Khomsani, menilai langkah KPU tidak hanya menciptakan kebingungan, tetapi juga menimbulkan krisis kepercayaan publik. “Demokrasi yang sehat menuntut keterbukaan total. Menutup dokumen calon pemimpin bangsa sama saja mereduksi rakyat menjadi sekadar pencoblos, bukan pemilik kedaulatan,” tegasnya.

Media massa, yang selama ini menjadi jembatan informasi bagi masyarakat, juga merasakan dampaknya. Dengan adanya pembatasan akses, jurnalis kehilangan ruang untuk melakukan verifikasi dan investigasi independen. Beberapa redaksi menyebut hal ini berpotensi melemahkan kualitas pemberitaan dan menurunkan standar akuntabilitas politik.

Meskipun KPU akhirnya membatalkan Keputusan Nomor 731 Tahun 2025, publik menilai langkah korektif itu tidak cukup. Tekanan agar Presiden dan DPR memanggil KPU semakin menguat, dengan alasan pertanggungjawaban publik dan pencegahan preseden buruk di masa depan.

Bagi banyak kalangan, kasus ini menjadi pengingat bahwa demokrasi tidak hanya soal prosedur pemungutan suara, tetapi juga tentang keterbukaan informasi, partisipasi kritis, dan pengawasan publik. “Jika keterbukaan dikorbankan, maka Pemilu kehilangan makna sebagai pesta rakyat,” kata Afit.

Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts